Mungkin saat membuka surat ini, kubayangkan Ibu tengah sibuk berbenah di rumah sambil menunggu Bapak pulang. Atau tengah sibuk memberi ceramah pada adik yang bengalnya luar biasa. Bu, ditengah rutinitasmu itu, aku berharap Ibu sempat untuk membaca suratku ini.
Anakmu ini memang jawara soal menahan gengsi dan rindu. Dalam pertanyaan, "Apa kabar?" terselip rinduku padamu Ibu. Kalimat aku ingin pulang sudah mewakili rasa kangen itu.
Mungkin terbesit di benak Ibu mengapa tak pernah mendengar kata rindu dariku. Atau bahkan sekadar ungkapan sayang setiap tanggal 22 Desember tiba. Entah mengapa ucapan manis itu sungguh berat untuk dikatakan. Pada akhirnya hanya pernyataan ingin pulang yang mewakili perasaan kangen itu. Terkadang sekadar pertanyaan sehatkah ibu juga sudah menjadi kalimat pengganti kata rindu. Berbeda dengan teman dan pacar, di mana kata kangen itu dapat dengan mudah terucap tanpa beban.
Hubungan kita memang tak sedekat itu. Tapi, percayalah Bu, selalu kurasakan kehangatan itu di sela kekhawatiranmu akan keadaanku.
"Jangan lupa sarapan! Sarapan itu penting, Nak!"
Terkadang aku pun iri melihat mereka yang dengan lepasnya memeluk ibunya. Tak segan bilang sayang dan dengan romantisnya memberikan bunga di hari Ibu setiap 22 Desember. Hubunganku denganmu mungkin tak sehangat itu ya Bu? Tapi, kehangatan itu menjelma dalam bentuk lain. Kehangatan itu terasa ketika Ibu begitu mengkhawatirkan keadaanku yang tengah sakit di ranah rantau. Atau bahkan saat Ibu memarahiku yang kerap melewatkan waktu sarapan.
Bu, aku rindu bercengkrama denganmu.
Ditengah kesibukanku yang mengatasnamakan kesuksesan, aku menyadari satu hal. Agenda membahagiakanmu selalu kalah dengan setumpuk impian yang sudah kurencanakan.
Bu, bisa jadi alasan mengapa aku sulit berucap rindu, semata karena aku ingin membahagiakan Ibu bukan dengan ‘sekadar’ ucapan. Aku ingin membahagiakanmu dengan tindakan. Meski kadang ucapan rindu juga diperlukan sebagai bukti sayang. Aku sadar betul bahwa agenda untuk membahagiakanmu selalu kalah dengan segudang impian yang sudah kurencakan.
Meski rindu tak pernah terucap, tapi selalu kubingkisakan doa untukmu, Bu.
Untuk Ibu, dari putrimu yang sulit bilang rindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar